Jika di Eropa ada cerita Romeo
dan Juliet sebagai kisah cinta yang memilukan, maka di Indonesia juga punya
cerita cinta sedih yaitu kisah cinta antara I Nyoman Jayaprana dan Layon Sari.
Makam yang berada di tengah hutan belukar di daerah Teluk Terima, Sumber
klampok, Grokgak menjadi saksi kisah cinta pilu kedua insan asal pulau Dewata
tersebut.
Bagi masyarakat yang beragama Hindu,
terutama di Bali, Makam Jayaprana sudah tidak asing lagi karena sudah menjadi
tempat ziarah sekaligus objek wisata dengan latar belakang kisahnya yang
memilukan.
Seperti yang diketahui, kisah percintaan
Jayaprana merupakan kisah pasangan suami istri yang sangat ideal pada zaman
Kerajaan Wanekeling Kalianget. Akan tetapi karena kecantikan luar biasa dari
Layon Sari, raja yang berkuasa saat itu pun memiliki niat untuk memperistri
Layon Sari sekaligus menyingkirkan Jayaprana.
Jayaprana sendiri adalah seorang pria
yatim piatu yang dibesarkan oleh penguasa di desa Kalianget. Sayangnya suami
dari Layon Sari ini harus meninggal oleh tipu jahat sang Raja yang mengutusnya
untuk pergi ke Bali barat laut dengan dalih bertempur melawan bajak laut. Namun
setibanya di Teluk Terima, Jayaprana malah dibunuh oleh utusan raja bernama
Patih Sunggaling.
Drama percintaan tersebut tidak hanya
berhenti sampai di situ, mendengar kabar suami tercintanya meninggal dunia,
Layon Sari pun bersedih. Dirinya juga menolak ketika hendak dinikahi oleh raja.
Untuk menghormati suaminya dan sebagai tanda cinta, Layon Sari akhirnya
memutuskan untuk melakukan bunuh diri dan menyusul sang suami, Jayaprana. Kisah
ini pun menjadi kisah cinta yang sedih dan sangat terkenal di Bali.
Kini makam Jayaprana sering dihadiri oleh
wisatawan lokal maupun luar pulau Bali yang tertarik dengan kisah dibalik makam
ini. Selain itu, daya tarik lain dari makam Jayaprana adalah pemandangan laut
yang indah. Tak jarang orang yang mengujungi makam Jayaprana adalah sepasang
suami istri dengan tujuan untuk memperkuat rasa cinta diantara mereka seperti
layaknya Jayaprana dan Layon Sari.
Makam Jayaprana sendiri dibuatkan pura
sendiri yang berada di atas bukit dengan suguhan pemandangan Teluk Terima. Di
tempat ini juga sering diadakan persembahyangan terutama ketika tilem (bulan mati),
bulan purnama, dan hari – hari besar agama Hindu seperti hari raya Kuningan dan
Galungan. Untuk mencapai area makam Jayaprana, anda
diharuskan berjalan kaki menyusuri anak tanggah dengan jarak yang cukup jauh
dari area parkir. Di sepanjang perjalanan, anda akan disuguhi dengan hutan
kering, sunyi dan tandus serta memiliki kesan yang sangat mistis. Tak jarang
terlihat beberapa monyet bergelantungan dan melompat dari ranting ke ranting
pohon – pohon tersebut.
Konon, menurut penduduk sekitar, anak
tangga di hutan tersebut jumlahnya dapat berubah – ubah sesuai apa yang
dipikirkan orang yang melewatinya. Jika dia berpikir perjalanan sangat jauh,
maka anak tangganya akan semakin bertambah, begitu pula sebaliknya. Perlu diingat bahwa ketika sampai di area
pemakaman, maka alas kaki wajib dilepas dan berjalanlah dengan cara sedikit
menundukkan badan sebagai tanda hormat.
Ada juga mitos yang mengatakan bahwa jika
ada pasangan suami istri yang berkunjung ke tempat ini, maka sebisa mungkin
untuk tidak melewati area depan pemakaman Jayaprana bersama – sama. Kalau pun
terpaksa, usahakan berada di dalam mobil yang berbeda. Hal ini dilakukan agar
mereka tidak merasa iri karena tidak dipersatukan di dunia seperti layaknya
pasangan yang melewati makam tersebut.