Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap
hal – hal mistis memang sangat kental. Kematian tokoh – tokoh besar pun tak
luput dari kisah – kisah mistis yang diceritakan dari mulut ke mulut di
kalangan masyarakat. Kisah beberapa tokoh memang terdengar seperti tahayul dan
terkesan dibuat – buat, namun beberapa lainnya ada yang terbukti benar dan
cukup membingungkan banyak pihak.
Salah satu tokoh yang kematiannya
diiringi oleh kisah mistis adalah sosok almarhum Susuhan Amangkurat I, Raja
Mataram Islam yang jenazahnya disemayamkan di pemakaman Tegal Wangi Pekuncen
Adiwerna, Tegal, Provinsi Jawa Tengah.
Kisah yang hingga kini terus diceritakan
dari mulut ke mulut dan turun temurun tersebut mengatakan bahwa Amangkurat I
jenazahnya tidak pernah membusuk seperti halnya jenazah–jenazah lain pada
umumnya. Tidak hanya itu, keanehan lainnya adalah jenazah tersebut adalah
jasadnya seperti masih hidup karena rambut dan kukunya terus tumbuh seperti
layaknya manusia normal.
Juru kunci Pemakaman Tegal Arum yang
bernama Agus Sholeh mengatakan bahwa memang benar kalau cerita tentang keanehan
jenazah Amangkurat I masih terus diceritakan secara turun temurun di kalangan
masyarakat. Dirinya sendiri mengaku mendengar cerita tersebut dari sang kakek
yang tidak lain merupakan juru kunci dua generasi di atasnya.
Menurut cerita Agus Sholeh, konon dulu
jenazah Amangkurat I tidak dikijing atau ditutup batu nisan seperti kuburan
pada umumnya, akan tetapi hanya ditutup dengan menggunakan kaca saja, sehingga
setiap tahun orang – orang dari keraton Solo datang sekaligus melakukan pemotongan
kuku dan rambut jenazah. Prosesi tersebut diketahui berlangsung
sejak meninggalnya Amangkurat I pada abad ke – 17 atau lebih tepatnya pada
tahun 1677 hingga akhir 1960 – an.
Namun setelah tahun 1960 – an ke atas,
para tokoh Keraton Kasunanan Surakarta dan para tokoh agama akhirnya sepakat
untuk menutup makam Amangkurat I secara permanen dengan batu nisan. Penutupan
ini sendiri dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi kemusyrikan.
Sejak penutupan tersebut, maka otomatis
tradisi prosesi potong kuku dan rambut oleh Keraton Surakarta sudah tidak lagi
dilakukan.
Agus Sholeh juga menuturkan bahwa
kakeknya menjadi saksi prosesi potong rambut dan kuku maupun penutupan makam
secara permanen tersebut.
Meskipun makam telah ditutup dan prosesi
pemotongan rambut dan kuku sudah tidak lagi dilaksanakan, namun hingga saat ini
Kesunanan Surakarta masih tetap secara rutin memberikan penghormatan kepada
makam leluhurnya tersebut dengan cara mengadakan jamasan setiap tahun di bulan
Suro dalam pananggalan Jawa.
Seperti yang kita ketahui, dalam sejarah
Amangkurat I adalah Raja Mataram Islam yang juga putra dari Sultan Agung dan
naik tahta sejak tahun 1646.
Pada masa pemerintahannya, beliau
memindahkan pusat pemerintahan pada tahun 1648 dari Kerta ke Pleret, Bantul
yang pada akhirnya mendirikan Kraton di sana. Sayangnya pada akhir era
pemerintahannya dia banyak diberontak dan akhirnya berhasil digulingkan oleh
Trunajaya dan putra mahkotanya yang kelak akan menjadi Amangkurat II.
Setelah peristiwa penggulingan tersebut,
Amangkurat I memutuskan melakukan perjalanan ke barat untuk meminta bantuan
kepada VOC di Batavia (sekarang Jakarta). Sayangnya karena kondisi kesehatannya
yang menurun, Amangkurat I akhirnya meninggal dalam perjalanan dan dimakamkan
di Tegal Arum berdampingan dengan guru sekaligus pengasuhnya saat beliau masih
kecil yakni Tumenggung Danupaya atau lebih dikenal dengan Ki Ageng Lembah
Manah.