Pernikahan menjadi salah satu moment sakral dalam
mempersatukan sebuah keluarga. Setiap daerah memiliki tradisi pernikahan
yang berbeda-beda dalam melaksanakan ritual pernikahan. Terkadang tradisi
pernikahan yang dilakukan oleh daerah-daerah tertentu terdengar aneh dan tabu.
Namun, tradisi aneh tersebut tetap dilakukan karena merupakan warisan turun
temurun dari nenek moyang.
Rasanya mungkin sedikit miris jika sebuah pernikahan
ujungnya harus berbagai istri dengan orang lain.Tapi tahukah anda,
faktanya hal ini memang terjadi di salah satu daerah yaitu suku Himalaya. Jika kebanyakan masyarakat di kota-kota besar berbagi suami, namun di
pedalaman suku Himalaya justru menjalankan tradisi berbagi istri.
Tradisi berbagi istri di pedalaman suku Himalaya, Nepal
ini telah menjadi hal yang wajar. Tradisi ini menjadi kebiasaan yang dilakukan
secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu yang kemudian dilakukan hingga
saat ini. Seorang wanita di suku Himalaya bisa memiliki lebih dari satu suami,
bahkan suami yang mereka miliki mempunyai hubungan sedarah.
Tradisi berbagi istri ini dilakukan untuk menjaga
kelangsungan hidup masyarakat di suku tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah pertengkaran karena pembagian lahan pertanian. Dengan pernikahan antar
saudara sedarah, maka anak-anak mereka nantinya bisa saling berbagi lahan
pertanian. Jika dalam satu keluarga terdapat satu istri dan suami, maka kedua
suami ini bisa bekerja, sementara satu istri yang akan bertugas mengatur
keuangan keluarga.
Melakukan tradisi berbagi istri di suku Himalaya ini
terkait dengan minimnya sumber daya alam yang mereka miliki. Nenek moyang suku Himalaya ini tidak mewariskan sumber daya alam yang melimpah untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka. Untuk itu, praktik berbagi istri atau secara modern
dikenal dengan istilah poliandri ini digunakan sebagai salah satu cara untuk
menjaga kelangsungan hidup dengan sumber daya yang dimiliki.
Dengan tradisi berbagi istri maka persediaan makanan akan
cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka
secara bersama-sama. Pernikahan yang terjadi di suku tersebut, telah diatur
oleh keluarga mereka masing-masing. Jika dalam satu keluarga memiliki anak
pertama laki-laki, maka ia bisa menikah dengan adik perempuannya dari suami
yang berbeda, dengan begitu, mereka bisa menikmati dan berbagi harta warisan
nenek moyang secara bersama-sama dalam satu keluarga tersebut.
Hubungan keluarga yang terjalin pun akan semakin erat,
karena mereka bisa saling membantu dan merawat adik-adiknya dari anak-anak
suaminya dan anak-anak itulah menjadi calon suami istri nantinya ketika telah
mencapai usia dewasa, dan siap menikah.
Tradisi pernikahan yang tak lazim ini, tidak hanya
terjadi di suku Himalaya saja. Namun, dibeberapa daerah seperti suku Wadaabe di Nigeria juga melakukan tradisi yang cukup unik. Pasalnya, ritual pernikahan
yang terkenal di suku tersebut yaitu ritual saling mencuri istri. Pernikahan
yang terjadi di suku wadaabe telah ditetapkan sejak awal, sejak mereka masih
kecil.
Dalam tradisi ini, tidak ada kepala suku yang melarang
kebebasan mereka untuk mencuri istri orang lain. Sehingga mereka memiliki
kebebasan untuk mencuri istri tetangga yang mereka sukai. Jika tradisi berbagi
istri yang terdapat di suku Himalaya dilakukan secara terbuka tanpa ada yang
disembunyikan, namun dalam tradisi mencuri istri di suku wadaabe ini dilakukan
dengan cara mengikuti suatu festival dengan berbagai aturan.
Mereka yang mengikuti festival ini diharuskan untuk
mematuhi peraturan yang dibuat yaitu berpakaian mencolok, menari-nari dengan tarian
khusus, dan apabila mereka berhasil melakukan tahapan ini, maka istri yang
mereka inginkan bisa diperoleh.
Itulah tradisi berbagi istri yang pastinya
sangat tidak lazim, namun ternyata masih dilakukan di suku pedalaman Himalaya.